Pernyataan itu disampaikan Amien Rais saat bertemu pimpinan MPR, Rabu (5/6) lalu.
Benar adanya, setelah amandemen konstitusi sebanyak empat kali, bisa dikatakan sudah tidak ada lagi UUD 1945. Yang ada ialah UUD 2002 alias UUD baru.
Selanjutnya Indonesia murni menjadi negara demokrasi yang bercorak liberal. Tentunya merubah karakter negara dari yang dikonsepkan para pendiri bangsa yakni sebagai negara musyawarah mufakat dan gotong royong.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Prof. Daniel M. Rosyid, fitrah negara musyawarah telah dirusak oleh UUD 2002.
“Negara Musyawarah adalah fitrah cita negara yang diproklamasikan Soekarno-Hatta sebagaimana amanah UUD 45. Kekuasaan atau kerakyatan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,” kata Prof. Daniel kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (7/6).
Terlebih dengan adanya pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung, membuat produk kepemimpinan semakin hancur dan kapitalistik.
“Pilpres adalah urusan
fardlu kifayah oleh wakil-wakil rakyat terpilih di MPR melalui musyawarah
bil hikmah, bukan urusan f
ardlu 'ain oleh 160 juta awam di 800 ribu TPS yang mencoblos kertas suara dengan paku,” tegas dia.
Guru besar yang kini aktif menyuarakan kembali ke UUD 1945 naskah asli bersama Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattallitti dan mantan Wapres Try Sutrisno itu meyebut MPR sebagai perkumpulan orang-orang berilmu dari setiap perwakilan daerah dan golongan.
“UUD45 mensyaratkan bahwa wakil-wakil kita di MPR itu kompeten mewakili publik pemilih, kelompok-kelompok minoritas, masyarakat adat, dan golongan fungsional seperti dokter, guru, tentara, nelayan dan petani,” bebernya.
“UUD 2002 merusak fitrah cita negara musyawarah itu dengan memberi hak monopoli politik pada partai-partai politik sehingga keterwakilan diganti dengan elektabilitas, lalu musyawarah
bil hikmah diganti dengan duit yang berbicara, sehingga duit jadi oksigen di jagad politik Republik ini,” tandas Prof. Daniel.
BERITA TERKAIT: